serendipity

Ini tentang seorang wanita super

Adalah bu enung, seorang ibu dari 12 anak yang tinggal di sebuah rumah panggung kecil tepatnya di daerah kelapa dua, kebon jeruk. Rumah beralaskan papan dan berdinding triplex yang jauh dari kata nyaman.

“Rumah ini nih habis di renovasi sama orang. Sebelomnya mah rumah ibu ya sama kaya yang laen, dari spanduk, seng, dan triplek bekas” ucap bu nung sembari menyuguhkan kopi kepada kami.

“Trus kan yah” lanjut bu nung “saya tuh pengen majuin anak-anak yang mulung di sini. Senggaknya bisa baca, ngitung dan ngaji, biar gedenya bisa jadi sesuatu gitu. Makanya karena rumah ibu udah bagusan jadi bagian depan ini saya jadiin tempat belajar aja buat anak-anak di skitaran sini”

“umm,, maaf bu, kalau boleh tau, anak-anak yang kepengen ikutan belajar di sini di kenai bayaran berapa ya? ” tanyaku kemudian.

“yaa liat mereka mau belajar aja ibu udah seneng atuh neng, ngapain di suruh bayar” Jawab bu nung

“gila, masih ada juga ternyata orang seperti ibu ini” ucapku dalam hati.

Ke dua belas anak bu nung sebenarnya tidak ada yang bersekolah. Awalnya karena faktor ekonomi, tapi kemudian bu nung di ajak menjadi guru paud di sekitar tempat tinggalnya. Dengan gaji 600rb perbulan, akhirnya bu nung mulai menabung agar anaknya yang masih kecil-kecil bisa menduduki bangku sekolah. Sayangnya, ketika uang sudah terkumpul muncul lagi kendala baru yakni ketidakpunyaan KTP. Akhirnya sampai sekarang anak-anak bu nung pun belum bisa bersekolah. Walaupun tidak menginjakkan kaki di sekolahan, anak-anaknya termasuk anak yang pintar, terlihat saat kami melakukan proses belajar mengajar di kelas singgah tiap minggunya, mereka selalu aktif di kelas.

“Tapi walaupun gak skolah sih, Alhamdulillah anak-anak ibu masih mau belajar di rumah, misal dapet buku pelajaran pas mulung ya saya ajarin isinya ke mereka” lanjut bu nung

Salut.

Itu kata pertama yang terucap ketika mendengarkan cerita ibu itu.

Selain ngajar, bu nung juga buka warung kecil-kecilan di rumahnya, namun sayang jangankan nambah penghasilan, nambah daftar pinjaman sih iya. Tiap hari yang berdatangan ke warung bu nung kebanyakan meminjam dan gak tau kenapa dan bisa-bisanya mereka lupa untuk membayarnya. Alhasil saat ini bu nung kehabisan modal dan tidak bisa berjualan lagi. Terakhir aku lihat warungnya sudah kosong, hanya beberapa bungkus kopi yang tergantung di sana. Sementara suaminya, dulu masih rutin untuk mulung, dan alhamdulillah bisa buat bantu-bantu memenuhi kebutuhan keluarganya.

Tapi, sudah beberapa minggu ini suami bu nung jatuh sakit. Hanya bisa terbaring lemah di atas kasurnya. Karena keadaan suaminya yang tak kunjung membaik akhirnya bu nung memutuskan untuk tidak mengajar di PAUD dulu dan fokus untuk merawat suaminya di rumah.

Untuk sekarang, bu nung hanya menjual jasanya sebagai tukang pijat panggil. Jika ada tetangga yang ingin di pijat, bu nung akan senang hati mendatangi rumahnya. Upah yang di terima pun tidak di patok, seikhlas yang di pijat saja.

Aku kadang sering berfikir, dengan pemasukan seminim itu, bu nung masih bisa menghidupi ke 12 anaknya, dimana anaknya sendiri tidak ada yang kerja. Karena heran, aku coba bertanya sama bu nung,

“bu, kalau makan sehari-hari gitu gimana dong? Kan banyak yang harus di kasih makan” Pertanyaan ku sebenarnya absurd, tapi untunglah di tangkep juga sama si ibu, hehe.

“gak tau deh neng, ada aja rejekinya. Nih kemaren aja ibu udah kelimpungan gak punya duit, ehhh,, tau-tau dapet makanan dari dari tetangga yang lagi hajatan, ya Alhamdulillah” jawab bu nung dengan sebegitu santainya

Aku salut sama bu nung, dalam keadaan seperti ini saja dia masih tetap tegar dan tetap mau berbagi ke semuanya. Tapi, sore tadi pas ketemu lagi sama beliau, sambil cerita-cerita aku lihat mukanya udah kaya orang yang pasrah banget, aku gak terlalu banyak nanya soal keadaannya sekarang, takut si ibu malah kepikiran terus.

Tadi sempat juga bahas dengan beliau mengenai di gusurnya kelas singgah kami.

“yaudah neng, di sini aja mah. Ntar warung ibu geserin sana aja biar muat kan gak jualan lagi. Cuman kalau ujan ya susah lewatnya”

Jadi, awalnya kelas singgah kami itu di saung bu nung, karena terasa sempit, kalau hujan cepet banget terkena banjir dan efektifitas belajar kurang, makanya kami mencari tempat yang lain, dan alhamdulillah kami di izinkan menggunakan bangunan TK di sekitaran sana. Karena kelas singgah kami berjalan tiap hari minggu jadi TK tersebut bisa kami gunakan selagi mereka libur. Dan entah alasannya apa, kami harus meninggalkan TK tersebut dan harus mencari tempat singgah yang lain.

Sekarang, aku pengen ngajakin temen-temen buat sama-sama bantu bu nung. I can’t move without u guys. Dalam bentuk apapun, sekecil apapun, itu bakal sangat berarti bagi bu nung dan keluarganya.

Buat yang ingin menyalurkan bantuannya, bisa langsung hubungin aku via email dhila_kk@yahoo.com atau via SMS/Telp 085299371070. Dan kalau mau ketemu langsung dan liat suasana tempat tinggal bu nung tinggal bilang aja, ntar aku ajakin ke sana, hehe Oke pals...

Salam sayang, dhila